KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM
PESANTREN SEBAGAI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Direvisi oleh :
Sofatul Mutholangah
(1123308053)
5 PAI NR B
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PURWOKERTO
2013
KATA
PENGANTAR
Kapita
selekta pendidikan islam merupakan mata kuliah yang bahasannya mencakup
perkembangan pendidikan agama islam sejak zaman Rosulullah hingga sekarang.
Dengan harapan, kita -sebagai mahasiswa, manusia pembelajar- dapat mengkritisi hal-hal apa saja yang
terkait dengan pendidikan Islam dan
mengambil hikmah, serta mengembangkannya untuk tujuan lebih meningkatkan
dan memajukan pendidikan Islam sekarang, mengantarkan dan menjadikan pendidikan
Islam sebagai tangga proses generasi islam menuju kesuksesan dan keberhasilan
menjadi insan kamil, sebagaimana tujuan pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam
kesempatan kali ini, kelompok kami
mendapat amanah untuk mengkaji tentang bagaimana pesantren -dengan
eksistensinya selama ini- dapat menjadi salah satu sistem pendidikan Islam di
Indonesia, yang turut memberikan pengaruhnya dalam karakter masyarakat
Indonesia, terutama muslim. Dengan fokus tema tersebut, maka judul dari makalah
yang akan kami presentasikan adalah ‘Pesantren Sebagai Sistem Pendidikan
Islam’.
Tanpa
lepas dari kekurangan, dan segala keterbatasan yang kami miliki, kami sandarkan
upaya dan hasil kami pada Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Benar, yang
padaNya kami memohon segala hidayah, petunjuk, dan bimbingan. Mudah-mudahan apa
yang kita lakukan dalam civitas akademika kita di kampus tercinta STAIN ini
Allah jadikan sebagai pencerahan pola pikir sehingga akan banyak mengubah pola
laku menuju arah kemajuan, dan keadaan yang lebih baik. Aamin.
Purwokerto, 8
oktober 2013
Tim Penyusun
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem pendidikan -di mana pun berada- memiliki sejarah panjang
yang mengantarkannya hadir di dunia ini. Terutama yang akan kita bahas dan kaji
bersama, yakni pesantren sebagai sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Dengan tema
tersebut, maka kita akan mem-flash back bagaimana pesantren sebagai sistem
pendidikan Islam di Indonesia mulai lahir, tumbuh dan berkembang dan bertahan sebagai
salah satu kebudayaan asli Indonesia atau Indigenous cultural, serta
bagaimana isu-isu yang melingkupi dunia ke-pesantrenan.
Sistem merupakan
satu kesatuan unsur yang bekerja sesuai tugas atau fungsinya masing-masing.
Dengan demikian, sistem pendidikan Islam berarti satu kesatuan unsur yang
terdapat dalam jalannya kegiatan yang di dalamnya terdapat pembelajaran dan
pengajaran ajaran agama Islam yang bertujuan mewujudkan pribadi-pribadi insan
kamil.
Pesantren sebagai
sistem pendidikan Islam di Indonesia mulai lahir sejak zaman Wali songo. Dari
zaman penyebaran Islam di Indonesia inilah, sejarah banyak mencatat bagaimana
pesantren menjadi bagian yang tidak lepas dari kisah dan cerita rakyat
Indonesia, khususnya Jawa.
Bermula dengan pembelajaran yang sederhana, konvensional,
sampai mengalami kemajuan menjadi pondok pesantern modern; tidak hanya dari
sisi fisik saja, namun sistem pesantren itu sendiri turut berubah, serta
menjawab tantangan zaman yang semakin banyak tuntutan akan kemampuan dan atau
skill dari tiap individu.
Lebih jauh lagi,
pembahasan mengenai pesantren sebagai sistem pendidikan Islam di Indonesia
menjadi objek menarik dan penting, dengan alasan selain untuk lebih memahami
bagaimana lika-liku sistem pendidikan Islam berkembang di Indonesia, namun juga
untuk mengambil jejak-jejak penting yang kiranya dapat diterapkan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam yang kita selenggarakan di lembaga kita
masing-masing. Serta untuk bahan mengkritisi dan membandingkan antara sistem
dalam pesantren dan sistem pendidikan yang lain yang berjalan sekarang ini di
lembaga-lembaga pendidikan.
B.
Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah guna memenuhi tugas
terstruktur berkelompok mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam. Dengan
harapan lain, dapat menambah banyak pengalaman dan wawasan kami tentunya.
C.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam makalah ini dimaksudkan untuk memberi
jawaban atas pertanyaan berikut;
1.
Apa yang
dimaksud pesantren dan sistem pendidikan Islam?
2.
Bagaimana
awal berdiri dan berkembangnya pesantren?
3.
Bagaimana
karakteristik, dan bentuk pesantren?
4.
Bagaimana
konsep atau wujud sistem pendidikan Islam?
5.
Bagaimana
proses pesantren menjadi sistem pendidikan Islam?
6.
Bagaimana
peran pesantren terhadap arus globalisasi?
PEMBAHASAN
A.
Definisi Pesantren, dan Sistem Pendidikan Islam
1.
Pesantren
Pesantren, secara bahasa berasal dari kata ‘santri’ yang kemudian
diimbuhi imbuhan ‘pe’ di depan dan imbuhan ‘an’ di belakang, sehingga menjadi
pesantrian, dan menjadi pesantren. yang
berarti menunjukkan kata tempat bagi para santri (Prof. DR. H. Samsul
Nizar,M.AG, Sejarah Pendidikan Islam, 2011).
Kuttab, demikian
salah satu istilah yang diperkenalkan oleh pendiri-pendiri awal pesantren.
Berasal dari bahasa Arab, yakni kuttaabun kataatiibun. Berarti, sekolah
permulaan, tingkatan sekolah awal atau rendah. Ini merupakan wahana dan lembaga
pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah
(wetonan), dan berkembang pesat karena didukung oleh iuran masyarakat serta
adanya aturan dan tata tertib yang harus
dipatuhi oleh guru dan murid. (Dr. Abd. Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakir,
M.SI., Ilmu Pendidikan Islam, 2006).
Selain itu, dalam bahasa arab pesantren sering disebut dengan
istilah ma’had ) معهد ج
معاهد
( yang berarti perkumpulan, tempat pendidikan
(Prof. DR. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, 1972).
Sementara menurut Sudjoko Prasodjo, pesantren adalah lembaga
pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara non-klasikal, di mana
seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santrinya berdasarkan
kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para
santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. Dengan
demikian, maka dalam pesantren tersebut setidaknya ada unsur-unsur; kiai,
santri, masjid , kitab klasik, dan pondok.
2.
Sistem
Pendidikan Islam
Dari segi terminologi, sistem berarti satu kesatuan unsur
yang bekerja sesuai fungsinya masing-masing dalam suatu wadah atau badan.
Dapat kita tarik pengertian dari sistem pendidikan islam, yakni
satu kesatuan unsur yang terdapat dalam wadah yang melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan pengajaran ajaran agama Islam yang bertujuan untuk mewujudkan
pribadi-pribadi insan kamil.
B.
Awal Berdiri Dan Berkembangnya Pesantren
Secara historis, kelahiran pesantren tidak lepas dari kehadiran kerajaan
Bani Umayyah yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dengan pesat sehingga
penyebarannya sampai di Indonesia. Ketika Islam mulai masuk di Indonesia, maka
mulai masuk pula dakwah dan pembelajaran-pembelajaran Islam yang dilaksanakan
di masjid-masjid, atau langgar. (Dr. Abd. Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakir,
M.SI., Ilmu Pendidikan Islam, 2006).
Dalam dakwah dan ta’lim tersebut, para penganjur agama mendekati masyarakat dengan
cara persuasif dan memberikan pengertian tentang dasar-dasar agama Islam.
Dengan memanfaatkan lembaga-lembaga masjid, surau dan langgar, secara bertahap
pengajian umum tentang baca tulis Quran dan pengetahuan keagamaan mulai
berlangsung. Dari sinilah, kemudian pengajaran dan dakwah ini lambat laun
melembaga menjadi pesantren. Dalam proses yang sangat panjang pesantren menjadi
lembaga pendidikan par-excellence di Indonesia dan menghadapi banyak
tantangan modernisasi. Lembaga pesantren melaksanakan pendidikan bagi umat
Islam diperkirakan mulai dari abad ke-13 dan mencapai perkembangannya yang
signifikan pada abad ke-18 (DR.H. Abuddin Nata, MA: 2003).
Tidak berhenti
sampai di situ, santri-santri lulusan pesantren pada saat itu melanjutkan upaya
mempelajari ajaran agamanya dengan melakukan perjalanan jauh sampai di Timur
Tengah, sebagai tanah sumber penyebaran agama Islam pertama. Sehingga jadilah
mereka memperoleh wawasan baru, pengalaman, dan inspirasi hasil dari gerakan
modernisasi pendidikan di Timur Tengah, sekaligus mereka menjadi pemrakarsa
pendirian madrasah-madrasah di Indonesia.
Kemudian, mengenai
bagaimana pesantren lahir adalah hasil dari proses interaksi Islam dengan
budaya lokal pra-Islam. Yakni, akulturasi yang terjadi antara Islam dengan
budaya asli, indigenous culture. Sehingga akhirnya, muncullah pesantren yang
termasuk model pendidikan awal (Islam) di Indonesia yang sampai saat ini masih
eksis dan mampu mempertahankan kredibilitasnya di masyarakat (DR. M. Roqib).
Dalam perkembangan
pendidikan Islam dan modernisasi di berbagai lini kehidupan, pesantren menjawab
dengan pembaharuannya. Yakni suatu upaya atau proses perubahan yang dilakukan
secara mendasar dengan tujuan untuk menjadi lebih baik atau sempurna dalam
sistemnya.
Upaya yang
dilakukan para pengelola pesantren untuk senantiasa bertahan dan menampung
dinamika masyarakat, khususnya umat Islam, maka langkah yang diambil adalah
menentukan arah pembaharuan itu sendiri. Untuk menentukan arah pembaharuan,
paling tidak ada tiga paradigma yang digunakan, antara lain; a. Pengelola yang
selalu menerima (akomodatif) dengan pembaharuan, b. Pengelola yang menolak sama
sekali perubahan apapun, dan yang terakhir adalah c. Yang selalu hati-hati dan
sangat selektif menerima pembaharuan.
Ø Aspek-aspek pembaharuan di dunia
pesantren
Pembaharuan yang dilaksanakan di pesantren mengarah pada dua aspek:
aspek yang menyangkut materi kurikulum dan aspek yang berkaitan dengan
metodologi pengajaran dan pendidikan. Sementara filosofi dasar pesantren itu
sendiri tetap pada tafaqquh fi d dien, pendalaman pemahaman dalam hal
agama.
Secara historis, pembaharuan di dunia pesantren pada masa pasca
kemerdekaan menunjukkan perubahan yang multi-dimensional. Bila pada masa pra-kemerdekaan
masih mengacu pada revisi kurikulum dengan memasukkan pelajaran dan
keterampilan umum metodologi pengajarannya, maka pada masa kemerdekaan semakin
kompleks, yakni mengarah ke bidang institusi dan fungsi. Sebagai contoh pergeseran
pada fungsi menejemen terdapat pada sistem menejerial pesantren. Jika
sebelumnya pesantren dipimpin oleh seorang kyai, maka pada Orde Baru ada juga
pesantren yang ditangani oleh beberapa pihak semacam yayasan atau lembaga.
Selain itu, contoh pergeseran fungsi pesantren itu sendiri adalah
dari yang sebelumnya berfungsi sebagai sarana dakwah atau transfer ilmu-ilmu
agama, kemudian menjadi lebih luas pada fungsi basis kekuatan jihad dan
pengembangan masyarakat (fungsi pelestarian dan lingkungan hidup).
Ø Tahapan pembaharuan di pesantren
Dilihat secara kronologis, tahapan lahirnya pesantren mulai dari
perintisan sampai adanya modernisasi dikelompokkan pada tujuh tahap;
i.
Tahap rintisan awal
Pada tahap ini,
pengajaran alQuran dan praktik ibadah dilakukan dengan sederhana dan oleh sang
kyai sendiri. Dan biasanya para santri adalah anak-anak tetangganya sendiri.
ii.
Tahap peralihan
Pada masa ini,
pengajaran alQuran dan pengajian sudah tidak mungkin di-handle oleh kyai seorang
diri. Karenanya, ia membutuhkan tangan-tangan untuk membantunya mengajarkan
ilmu-ilmu keislaman yang semakin beragam.
iii.
Tahap formalisasi
Faktor jumlah
santri yang semakin meningkat, dan terus demikian, akhirnya dibutuhkan
organisasi yang lebih besar dari sebelumnya untuk mengontrol dan membagi tugas.
iv.
Tahap konsolidasi
Tahap ini
disebut juga dengan tahap pemantapan. Karena dalam tahap ini pesantren sudah
terorganisasi lebih baik, ditandai dengan teraturnya sistem pendidikan dengan
peraturan yang rinci dan jelas, jadwal pelajaran yang rapi dan memiliki pendidikan
tingkat lanjutan atau pendidikan berkelanjutan.
v.
Tahap legitimasi
Berarti
pesantren berupaya memenuhi syarat legal atau hukum dalam rangka perluasan
pengembangan sehingga memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan yang makin
beragam dan menjangkau lebih luas pelayanannya untuk masayarakat.
vi.
Tahap diversifikasi
Yaitu
penganekaragaman jenis-jenis kegiatan dan pelayanan yang bisa dilakukan, baik
sebagai realisasi dan fungsi keislaman maupun kemasyarakatan. Contoh, pesantren
melaksanakan pusat kesehat masyarakat, unit-unit usaha pesantren, sosialisasi
teknologi tepat guna, latihan keterampilan bagi santri, training leadership
dengan berorganisasi dan berbagai bentuk lainnya, yang mana menunjukkan bahwa
pesantren telah melampaui batas-batas pengertian yang selama ini dianut
kebanyakan orang.
vii.
Tahap
Desentralisasi
Desentralisasi
di sini dapat ditafsirkan pula dengan proses demokratisasi, di mana kyai
menjadi pusat otonomi dan memberikan wewenangnya kepada delegasi yang ia
percaya untuk mengemban beberapa urusan teknik operasional, pengelolaan.
Demikian tahap dari proses perkembangan pesantren. Namun begitu,
tidak semua pesantren melalui semua tahap tersebut. Dengan alasan, mereka
memiliki paradigma mereka masing-masing untuk melakukan perubahan tersebut
sejauh mana, tidak semua serba diterima. Adapula pesantren yang berupaya
menjaga nilai-nilai tradisional, religius, dan nilai-nilai moral yang harus
ditegakkan sepanjang masa.
C.
Karakteristik Dan Bentuk Pesantren
Karakteristik pesantren secara umum di antaranya;
a.
Dilihat
dari segi materi pelajaran dan metode pengajaran
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pada dasarnya pesantren fokus
mengajarkan agama, sedangkan mata pelajaran atau kajiannya adalah kitab-kitab
berbahasa Arab (kitab kuning). Contoh; al Quran dengan tajwid dan tafsirnya,
‘aqa-id, ilmu kalam, fiqih, ushul fiqih, hadits dengan musthalahul hadits,
bahasa Arab dengan ilmu alatnya, tarikh Islam, mantiq, dan tasawwuf.
Selanjutnya, metode pengajaran yang umumnya digunakan;
1)
Wetonan,
yakni suatu metode mengajar di mana santri duduk mengelilingi kyai yang
menerangkan pelajaran. Di Jawa Barat disebut bandongan, sedangkan di Sumatera
disebut halaqah.
2)
Sorogan,
merupakan metode yang dilakukan dengan individual, secara bergantian santri
menghadap kyai dengan membawa kitabnya dan membacakannya di depan kyai. Meski
metode ini terbilang sulit karena butuh waktu lebih dan kesabaran lebih, namun
secara efektifitas ini cukup berhasil dikarenakan santri memiliki kesempatan
lebih untuk berdiskusi atau bertanya langsung dengan kyai.
3)
Hafalan,
adalah metode di mana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab
yang dipelajarinya.
b.
Dilihat
dari jenjang pendidikan
Mengenai jenjang pendidikan, pesantern memiliki kebijakan mereka
masing-masing. Jika pesantren yang benar-benar tradisional, jenjang pendidikan
ditentukan dengan tamat atau mumtaznya santri merampungkan satu kitab dan
meningkat pada kitab berikutnya.
Sementara pesantren dengan kebijakan yang mengikuti perkembangan
sistem pendidikan yang ada, ia menyesuaikan jenjang pendidikan dengan
menggunakan klasikal, sebagaimana madrasah atau sekolah umum lainnya.
c.
Fungsi
pesantren
Beberapa fungsi pesantren antara lain; sebagai lembaga pendidikan, lembaga
sosial dan penyiaran keagamaan.
Sebagai lembaga pendidikan, jelas pesantren menyelenggarakan
pendidika formal. Sebagai lembaga sosial
pesantren menampung anak-anak muslim dari segala lapisan masayarakat tanpa
membeda-bedakan status sosial, menerima tamu yang datang dari masyarakat umum
dengan motif dan tujuan bermacam-macam. Sebagai lembaga penyiaran agama Islam,
masjid pesantren berfungsi sebagai masjid umum di mana menjadi tempat belajar
agama dan ibadah para jamaah.
Di samping itu, pada masa kolonial Belanda pesantren juga mempunyai
peran besar dalam melawan ekspansi politik imperialis, baik dengan perlawanan
dari segi fisik, maupun pemikiran. Lebih dari itu, pesantren menjadi tempat
pengobar semangat jihad mengusir penjajah dari Indonesia.
d.
Kehidupan
kyai dan santri
Awal berdirinya pesantren adalah dari seorang kyai yang bermukim di
suatu tempat, dan santri datang sedikit demi sedikit untuk belajar padanya,
sementara biaya hidup disediakan bersama-sama oleh santri dengan dukungan
masyarakat.
Hal ini menunjukkan kedekatan antara kyai, santri dan masyarakat
yang sangat baik. Keberadaan kyai yang menjadi tempat bertanya, dan dihormati
masyarakat ini pun menjadikan ia memiliki peran cukup besar di wilayahnya, di
mana masyarakat menanyakan solusi urusan mereka, fatwa dan referensi kepadanya.
Sementara corak atau jenis pesantren dilihat dari segi proses
transformasi, dibedakan menjadi;
1)
Pesantren
tradisional, pesantren yang masih tetap mempertahankan nila-nilai
tradisonalnya. Tidak mengalami transformasi yang signifikan dalam sistem
pendidikannya.
2)
Pesantren
moderat, yakni pesantern yang menggunakan atau mengadopsi sistem pendidikan
modern, akan tetapi tidak sepenuhnya demi mempertahankan nilai tadisionalnya.
3)
Pesantren
modern, transformasi yang cukup signifikan terjadi pada pesantren ini. Di
mana sistem pendidikan dan
kelembagaannya sudah sepenuhnya menganut sistem modern. Mata pelajaran sudah
sama antara umum dan agama.
Indonesia
merupakan negara dengan banyak kebudayaan, dan pesantren termasuk salah satu
budaya Indonesia, atau subkultur Indonesia yang turut memberikan warna unik.
D.
Konsep Sistem Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan umat.
Masa depan suatu umat bisa diketahui melalui sejauh mana komitmen umat ataupun
negara dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. Dalam pandangan
Islam, pendidikan merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk
menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai khalifatullah fil ardl - wakil
Allah di muka bumi, di mana pendidikan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sistem kehidupan Islam.
“Sebagai
bagian integral dari sistem Kehidupan Islam, sistem pendidikan memperoleh
masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, serta
negara. Dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara
sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan
pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa), manajemen, struktur dan
jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu
belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan,”
kata Bayan.
Secara
garis besar, problematika pendidikan tidak bisa terlepas dari sub-sistem yang
membentuk sistem pendidikan serta ketiga suprasistem yang memberi masukan
kepada sistem pendidikan, ujar Bayan. Semua unsur ini ibarat setali tiga mata
uang, artinya tidak bisa dilepaskan satu persatu untuk mewujudkan sistem
pendidikan yang ideal sebagai salah satu pilar kehidupan umat. Orang tua yang
saleh dengan pola pengasuhan yang baik, kemudian kondisi institusi negara yang
mendukung serta penciptaan lingkungan yang positif akan membentuk generasi
insani yang bermutu sebagaimana yang pernah tercatat dalam sejarah peradaban Islam.
“Di
mana ketika Islam berjaya, diterapkannya Islam dalam sistem kehidupan termasuk
pendidikan, umat Islam mengalami masa kejayaan pendidikannya. Pendidikan dalam
Islam diselenggarakan dengan asas akidah Islam dalam penentuan kurikulum,
pengelola dan pengajar serta kultur pendidikan. Tujuannya adalah untuk
membentuk kepribadian Islam yang menguasai tsaqafah Islam serta sains dan
teknologi. Sarana dan Biaya menjadi tanggung jawab negara,” ujar Bayan
selanjutnya.
E.
Proses Pesantren Menjadi Sistem Pendidikan Islam
Umat beragama dan
lembaga keagamaan di Indonesia merupakan potensi besar dan modal dasar dalam
pembangunan mental spiritual bangsa serta merupakan potensi nasional untuk
pembangunan fisik materil bangsa Indonesia. Pendidikan agama tidak dapat
diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini sesuai dengan
tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Keberhasilan
pembangunan nasional harus ditunjang dengan pendidikan dan pengajaran agama.
Dengan pendidikan dan pengajaran agama, warga negara akan memperoleh pendidikan
moral dan budi pekerti yang akan membentuk bangsa Indonesia menjadi warga
negara yang bermoral, bertanggung jawab, dan tahu nilai-nilai budaya yang
dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
Dengan modal jiwa
yang bersih, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti
luhur, pembangunan nasional Indonesia dapat berjalan sukses dan lancar. Akan
tetapi, pendidikan agama tidak boleh bertentangan dengan pembangunan nasional.
Semua bentuk pendidikan di Indonesia harus berdasarkan pada filsafat bangsa,
Pancasila. Sistem ini dikenal dengan sistem pendidikan nasional Indonesia.
Semua tujuan pendidikan di Indonesia tidak boleh menyimpang dari ketentuan dan
tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam ketentuan umum dijelaskan
sebagai berikut:
”Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaruan pendidikan
secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.”
Sedangkan untuk
kemudahan layanan pendidikan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga merincikannya yang termaktub dalam
Pasal 11 Ayat (1):
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi”
Atas dasar inilah, pemerintah pusat
dan pemerintah daerah menjamin berlangsungnya pelaksanaan pendidikan, dengan
tidak membedakan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Hal ini
diperjelas lagi dalam Ayat (2) pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
“Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
dengan lima belas tahun”
Pesantren telah memberikan tanggapan
positif terhadap pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Dengan didirikannya
sekolah-sekolah umum maupun madrasah-madrasah di lingkungan pesantren membuat
pesantren kaya diverifikasi lembaga pendidikan dan peningkatan institusional
pondok pesantren dalam kerangka pendidikan nasional.
Pemerintah memberikan wewenang penuh
kepada Departemen Agama (Kementerian Agama) Republik Indonesia untuk mengatur
penyelenggaraan pendidikan di Madrasah dan Pondok Pesantren, baik dalam hal
pembiayaan, pengadaan dan pengembangan sumberdaya manusia. Pengembangan
kelembagaan dan sarana, serta peningkatan mutu lembaga pendidikan agama
tersebut.
Pemerintah memiliki perhatian
melalui Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 yang diperkuat
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Dalam peraturan pemerintah tersebut dijelaskan eksistensi
pesantren dalam pasal 26, sebagai berikut:
“(1) Pesantren menyelenggarakan
pendidikan dengan tujuan menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,
akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam
(mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang memiliki keterampilan/keahlian
untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.
(2) Pesantren menyelenggarakan
pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada
jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan/atau
pendidikan tinggi.
(3) Peserta didik dan/atau pendidik di pesantren
yang diakui keahliannya di bidang ilmuagama tetapi tidak memiliki ijazah
pendidikan formal dapat menjadi pendidik matapelajaran/kuliah pendidikan agama
di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yangmemerlukan, setelah menempuh
uji kompetensi sesuai ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Dalam ayat (3) ini memberikan pengakuan terhadap
alumni pesantren untuk menjadi pendidik dalam mengajarkan ilmu agama pada semua
jalur, jenjang dan jenis pendidikansetelah mendapat pengakuan melalui uji
kompetensi yang sesuai dengan ketentuan yangberlaku. Pengakuan terhadap ini
tentu melalui pengakuan surat bukti menamatkan pendidikandi pesantren atau
ijazah/syahadah. Untuk itu, Direktorat Jenderal Kelembagaan
Islammengeluarkan surat edaran tentang legalisasi ijazah pesantren. Salah satu
butir isi surat edaranini adalah tentang mata pelajaran yang harus dipenuhi
pesantren agar ijazah lembagapendidikan ini diakui keabsahannya. Surat edaran
ini menjadi petunjuk teknis (juknis) bagipesantren tentang tatacara pemberian
sertifikat/ijazah bagi para santri yang menamatkanpendidikannya di pesantren.
Mata Pelajaran yang harus dipenuhi pesantren untuk legalisasiijazah, yaitu
tingkat Ibtidaiyah meliputi: Al-Qur’an, Tauhid, Fiqih, Akhlak, Nahwu, Sharaf,
serta Pelajaran pendukung lain. Tingkat Tsanawiyah meliputi: Al-Qur’an, Tauhid,
Fiqih,Akhlak, Nahwu, Sharaf, Tarikh, Tajwid, serta Pelajaran pendukung
lain. Tingkat Aliyahmeliputi Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadis, Ilmu Hadis, Fiqih, Ushul
Fiqih, Tauhid, Nahwu, Sharaf,Tarikh, Balaghah, serta Pelajaran pendukung
lain.
D.
E.
F.
Peran
Pesantren dalam Era Globalisasi
a)
Pengenalan
Gontor
Gontor adalah sebuah lembaga pendidikan yang berbasis
pada sistem pesantren. Berada di daerah Mlarak, Ponorogo, Jawa Timur. Gontor
berasal dari kata “Nggon” yang artinya tempat dan kata “Tor” yang artinya
kotor, jadi gontor adalah tempat yang kotor. Dinamakan demikian karena pada
zaman dahulu sebelum didirikannya Pondok Pesantren Darussalam Gontor, tempat
tersebut digunakan sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang melakaukan kejahatan
dan maksiat, dari penjahat, perampok, dan pencuri, namun setelah kedatangan
“Tri Murti” 3 orang laki-laki yang telah lulus menempuh pendidikan di beberapa
daerah, tempat itu kemudian berubah menjadi tempat mengaji, dengan di bangun
surau kecil. Tri Murti itulah yang kemudian menjadi cikal bakal dari pimpinan
pesantren. Semakin lama semakin dikenal masyarakat dan banyak yang sudah tak
asing lagi.
b)
Gontor dan
Globalisasi
Dengan adanya hubungan kerjasama dan konsolidasi serta
pemberdayaan Sumber Daya yang ada di Gontor yang menyangkut penguatan sikap
inklusif rekonsolatif dalam menghadapi globalisasi yang muncul. Gontor mencoba menguatkan jaringan yang baik
dalam tataran nasional maupun internasional. Penguatan jaringan tersebut
berarti memfasilitasi proses yang memungkinkan pesantren ini dapat memiliki
jaringan yang terpadu secara internal dan pada saat yang sama mempunyai
hubungan dengan organisasi, kelompok-kelompok civil society, dan lembaga
swadaya masyarakat dunia maupun lingkungan yang lebih luas.
c)
Dampak /
Pengaruh Globalisasi Terhadap Pesantren
NO
|
Dampak/respon
terhadap Globalisasi
|
Program
|
1
|
Dalam penggunaan bahasa
|
Pengunaan bahasa Arab
dan Inggris sebagai bahasa pengantar dan bahasa sehari-hari.
|
2
|
Ekstrakurikuler
|
Pengiriman kontingen
pada event-event tertentu, misal : jambore atau program studi banding,
pertukaran pelajar.
|
3
|
Event
|
Pengadaan konferensi
internasional dan kerjasama dengan berbagai negara untuk memudahkan akses ke
luar negeri, baik itu yang bersifat pemerintahan, NGO, ataupun LSM.
|
4
|
Pengajaran
|
Menggunakan 3 bahasa,
Arab, Inggris dan Indonesia serta ketentuan skripsi dengan 2 bahasa asing.
|
5
|
Budaya
|
Pagelaran, seni yang
menunjukan adanya perpaduan/hibridasi budaya dari negara lain.
|
6
|
Kerjasama
|
Kerjasama dengan
beberapa negara, MOU, seperti India, Mesir, Pakistan, dan Australia dalam
memajukan eksistensi Pesantren dan lembaga pendidikan di dalamnya.
|
d) Peran
Pondok Modern Darussalam Gontor dalam Menghadapi Globalisasi
Dalam konteks mempersipakan anak didik
menghadapi perubahan zaman akibat globalisasi ini pun lembaga pendidikan islam
memiliki peran yang amat penting. Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan anak
didik menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan
lulusan yang akan menjadi pemimpin ummat, pemimpin masyarakat, danpemimpin
bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini. Sebaliknya kegagalan
madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan akan
menghasilkan lulusan-lulusan yang frustasi, dan menjadi beban masyarakat.
Madrasah/pesantren yang hanya menekankan
pendidikan agama dan mengabaikan pendidikan umum mungkin hanya akan mampu
memberikan potensi untuk bahagia akhirat saja. Dalam kaitannya dengan era
globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan ini, pesantren
harus juga menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang
mereka masuki. Ini di maksudkan agar lulusan pesantren tidak akan terpinggirkan
oleh lulusan sekolah umun dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan
pembangunan bangsa.
Dalam kasus ini Pondok Modern Darussalam
Gontor harus menyiapkan anak didiknya agar dapat melanjutkan studi atau bekerja
di luar negeri. Untuk ini maka
penguasaan ketrampilan berbahasa asing (terutama Arab dan Inggris) menjadi amat
penting. Demikian pula pengenalan budaya dan bangsa asing.
KESIMPULAN
Dari pembahasan
diatas dapat kita tarik kesimpulan :
1.
Pesantren
adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara
non-klasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada
santri-santrinya berdasarkan kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama
abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam
pesantren tersebut. Sedangkan sistem pendidikan islam, yakni satu kesatuan
unsur yang terdapat dalam wadah yang melaksanakan kegiatan pembelajaran dan
pengajaran ajaran agama Islam yang bertujuan untuk mewujudkan pribadi-pribadi
insan kamil.
2.
Lembaga
pesantren melaksanakan pendidikan bagi umat Islam diperkirakan mulai dari abad
ke-13 dan mencapai perkembangannya yang signifikan pada abad ke-18
3.
Karakteristik
ilihat dari segi materi pelajaran dan metode pengajaran yaitu wetonan,sorogan
dan hafalan. Dari segi jenjang
pendidikan yaitu jika pesantren yang benar-benar tradisional, jenjang
pendidikan ditentukan dengan tamat atau mumtaznya santri merampungkan satu
kitab dan meningkat pada kitab berikutnya.Sementara pesantren dengan kebijakan
yang mengikuti perkembangan sistem pendidikan yang ada, ia menyesuaikan jenjang
pendidikan dengan menggunakan klasikal, sebagaimana madrasah atau sekolah umum
lainnya. Dari segi Fungsi, yaitu sebagai lembaga pendidikan, lembaga sosial dan
penyiaran keagamaan.
4.
Konsep
sistem pendidikan Islam yaitu Pendidikan dalam
Islam diselenggarakan dengan asas akidah Islam dalam penentuan kurikulum,
pengelola dan pengajar serta kultur pendidikan. Tujuannya adalah untuk
membentuk kepribadian Islam yang menguasai tsaqafah Islam serta sains dan
teknologi. Sarana dan Biaya menjadi tanggung jawab negara.
5.
Pesantren
sebagai sistim pendidikan islam yaitu Pemerintah telah
memberikan porsi yang sama antara lembaga pendidikan umum dengan lembaga
pendidikan agama Islam dalam Undang-Undang Republik IndonesiaTahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan diperkuat dengan PeraturanPemerintah Nomor 55
Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan PendidikanKeagamaan. Pesantren pada
masa sekarang diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change)
sebagai lembaga perantara yang diharapkan dapat berperan sebagaidinamisator dan
katalisator pemberdayaan sumber daya manusia, penggerakpembangunan di segala
bidang, serta pengembang ilmu pengetahuan dan teknologidalam menyongsong era
global.
6.
Peran pesantren
dalam arus globalisasi hendaknya dapat mengembangkan proses pendidikanya yang
tak hanya urusan akhirat atau ilmu agama
tetapi dengan juga ilmu umum seperti ketrampilan bahasa asing dan lain-lain
agar tidak kalah bersaing dengan yang lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Nizar, Samsul. 2011. Sejarah Pendidikan Islam; Menyusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Era Rasul Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Yunus, Mahmud. 1972. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Penerbit
Mahmud Yunus Wadzuryah.
Mujib, Abd., dan Mudzakir, Jusuf. 2006. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nata, Abudin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam.
Bandung: Penerbit Angkasa.
Uhbiyati, Nur. 2005. Ilmu Pendidikan Islam. Cet.III.
Bandung: Pustaka Setia.