PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon
pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan
diri kita sendiri dan keburukan amal kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk
oleh Allah tak akan ada orang yang sanggup menyesatkannya, dan barangsiapa yang
disesatkan tak akan ada yang sanggup menunjukinya.
Bahwasannya tiada ilah yang hak
melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad
saw adalah hamba dan utusan-Nya. semoga Allah merahmati kita, ketahuilah bahwa
perkara terbesar berkenaan dengan diutusnya para rasul dari yang pertama hingga
terakhir adalah perintah untuk ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu
bagi-Nya (Tauhid), serta memperingatkan dan melarang peribadatan kepada selain
Allah.
Demikianlah al-Qur’an dalam berbagai
pembicaraan dan cerita yang dikemukakannya selalu menjelaskan bahwa tauhid
adalah persoalan pokok yang diserukan oleh semua rasul. Setelah itu, baru turun
hukum-hukum dan syari’at, turun penjelasan tentang halal dan haram. Karena
itulah, Allah memerintahkan semua manusia untuk melakukan ibadah itu, bahkan
penciptaan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada Allah saja, sebagaimana
firman Allah;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ
لِيَعْبُدُوْنِ [الذاريات 65]
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
Al-Qur’an membincangkan tentang
al-amr (perintah) dan anbiya’ Allah (nabi-nabi Allah) kerana kedua-duanya ada
kaitan dengan penciptaan dan kekuasaan Allah terhadap makhluk-Nya. Al-Qur’an
menerangkan segala bentuk balasan baik (pahala) untuk mereka yang mentaati
Allah, Rasul dan syariat-Nya.
2. RUMUSAN MASALAH
1) Apa pengertian Tauhid al-uluhiyyah?
3. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain:
1)
Memperoleh
pemahaman mengenai konsep materi Tauhid al-uluhiyyah.
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN TAUHID ULUHIYYAH
Tauhid
ini adalah tauhid yang diserukan oleh para rasul yang mulia agar manusia
menetapkan dan mentaati tauhid uluhiyah. Makna Tauhid Uluhiyah yaitu mengesakan
allah dalam peribadatan. Maksud Tauhid al-Uluhiyyah ialah kita mentauhidkan
Allah dalam peribadatan atau persembahan. Allah SWT mengutuskan para rasul
bertujuan menyeru manusia menerima Tauhid al-Uluhiyyah. Tentang uluhiyah
(ketuhana),dapat di artikan dengan lafadz illa. Adapun macam-macam
ibadah yang diperintahkan oleh Allah antara shalat, zakat, puasa, hajji, dan
juga berdo’a, sebagaimana firman Allah.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu
berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (al-Mukmin:60).
Segala
sesuatu yang diikuti, ditaati, dimintai keputusan hukum selain dari Allah baik
ia dari golongan syetan, manusia yang masih hidup maupun yang sudah mati,
binatang, benda-benda mati seperti batu, pohon atau planet (bintang), baik
disembah dengan mengorbankan binatang, berdo’a kepadanya, atau shalat
kepadanya, maka ia menjadi thaghut yang disembah selain dari Allah. Adapun
orang yang mentaati, mengikuti dan meminta putusan hukum kepada selain Allah,
maka ia menjadi hamba thaghut
Iman
kepada thaghut terjadi karena berpaling dari salah satu bentuk ibadah kepada
Allah atau karena berpaling dari meminta keputusan hukum kepada-Nya. Dan kufur
kepada thaghut terjadi dengan cara meninggalkan ibadah kepadanya, meyakini
kebathilannya, tidak meminta keputusan hukum kepadanya, memusuhi hamba thaghut,
mengkafirkan dan memerangi mereka.
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ
لِلَّهِ
“Dan perangilah
mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.“ (al-Anfal:39).
Maka
kufur terhadap thaghut adalah rukun pertama di antara rukun tauhid, berdasarkan
kepada dua hal:
Pertama, berdasarkan pada nash-nash syara’ yang mendahulukan penyebutan
kufur terhadap taghut daripada iman kepada Allah, sebagaimana di dalam firman
Allah,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
“Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus”. (al-Baqarah:256).
Demikian
juga dalam ucapan syahadat tauhid, laa ilaha illallah. Dalam ucapan itu
lebih didahulukannya penafian terhadap ilah bisa difahami sebagai bentuk
kufur terhadap thaghut lebih dikedepankan daripada penetapan (itsbat)
yang bermakna iman kepada Allah.
Kedua, dan inilah yang lebih penting, bahwa iman dan amal shalih lainnya
apabila tidak disertai dengan kekufuran terhadap thaghut manjadi tidak ada
manfaatnya bagi pelakunya. Seorang yang beriman kepada Allah dan juga beriman
kepada thaghut maka ia seperti orang yang membawa sesuatu dan lawannya dalam
waktu yang sama, maka akibatnya pelaku itu tidak mendapatkan manfaat apa-apa
dari imannya dan dari amal shalih yang dilakukannya sampai ia mengingkari
thaghut, sebagaimana firman Allah:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan”. (al-An’am:88)
Maka
apabila seseorang berpaling dari ketaatan kepada Rasulullah saw, dan menolak
untuk mengikutinya, maka ia termasuk golongan orang kafir.
Seseorang
tidak akan menjadi mukmin kecuali ia bertahkim kepada Rasulullah saw. Ibnu
al-Qayyim berkata ketika menafsirkan ayat; Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan (an-Nisa’:65). Allah bersumpah dengan diri-Nya
sendiri yang Maha Suci, sumpah yang digunakan untuk menekankan penafian iman
seseorang sehingga mereka berhukum kepada Rasulullah di dalam setiap persoalan
yang terjadi di antara mereka, baik yang bersifat ushul (prinsip) maupun
furu’ (cabang), dalam hukum syara’, tempat kembali, seluruh sifat
dan lain-lainnya. Dan tidak ditetapkan adanya iman kalau hanya bersedia meminta
keputusan kepada Rasulullah sehingga di dalam jiwa mereka tidak ada
perasaan berat dan hati. Sebaliknya hati mereka terasa lapang, senang, puas,
dan menerima keputusan itu dengan sepenuh hati. Dan tidak ditetapkan adanya
iman itu sehingga ia menerima keputusan rasul dengan penuh keridlaan,
penyerahan diri, tidak ada keinginan untuk membantah dan tidak ingin berpaling
dari keputusan itu.
2.
CETUSAN RASA CINTA KASIH KEPADA ALLAH
Menyembah atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila
tercetus rasa cinta yang suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri
serendah-rendahnya kepada-Nya. Seseorang hamba itu disifatkan sedang menyembah
Allah apabila dia menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Allah, bertawakkal
kepada Allah, berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, berpaut kepada
ketentuan Allah, meminta serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada Allah,
berjinak-jinak dengan Allah dengan cara sentiasa mengingati-Nya, melaksanakan
segala syariat Allah dan memelihara segala perlakuan menurut cara-cara
yang di ridhai Allah.
PENUTUP
Pada dasarnya pengutusan para rasul bertujuan untuk mengesakan
Allah dalam Tauhid al-Uluhiyyah. Dialah Tuhan Rabb al-’Alamin dan Tuhan para
Rasul tersebut. Tiada tuhan yang sebenar melainkan Allah. Tauhid al-Uluhiyyah
menjelaskan kekuasaan Allah yang Maha Suci dalam pentadbiran urusan
makhluk-Nya. Allah Pengurnia kemaslahatan dan kebaikan. Allah Penentu al-amr
(perintah). Allah-lah Pengutus ar-Rasul untuk makhluk-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar