Rabu, 10 April 2013

makalah desain pembelajaran

MAKALAH PENGEMBANGAN DESAIN STRATEGI PEMBELAJARAN



PENDAHULUAN
1.    LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari – hari kita sering mendengar istilah “Guru” , dan yang langsung terbesit dari kata tersebut adalah orang yang memberikan pelajaran bagi siswanya, dengan kata lain guru sebagai subjek (pemain) dan siswa sebagai objek (penonton) dimana peran guru sangat dominan dan sering kali peoses pembelajarannya hanya berjalan satu arah, dari guru ke siswa. Pelaksanaan kegiatan di kelas seorang guru masih menggunakan proses pengajaran secara klasikal. Istilah klasikal bisa diartikan sebagai secara klasik yang menyatakan bahwa kondisi yang sudah lama terjadi, bisa juga diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi pembelajaran klasikal berarti pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di kelas selama ini, yaitu pembelajaran yang memandang siswa berkemampuan tidak berbeda sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama, dengan cara yang sama dalam satu kelas sekaligus. Ibarat murid memakai pakain seragam dengan ukuran yang sama. [1]
Dalam model ini siswa belum mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya, hal ini terjadi karena kecenderungan peran guru dan di lain pihak siswa masih belum berani untuk mengemukakan pendapatnya di karenakan masih sangsi jika melanggar etika hormat terhadap guru. Padahal peran seorang guru adalah sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, sebagai penyedia lingkungan yang berupaya menciptakan lingkungan yang menantang siswa agar melakukan kegiatan belajar, sebagai komunikator, sebagai model yang memberikan contoh yang baik kepada siswanya agar berperilaku baik, sebagai evaluator, sebagai innovator, sebagai agen moral dan politik, sebagai agen kognitif yang menyebarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan masyarakat, dan sebagai manager yang memimpin kelompok siswa agar berhasil di dalam kelas.[2] Alahasil dalam proses pembalajaran model klasikal ini pun kurang optimal akibat kurang berkembangnya potensi kognitif, afektif, dan konatif siswa. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap hasil akhir yang diperoleh siswa. Dan membuat proses pembelajaran tidak berjalan dengan nyaman dan menyenangkan sehingga menjadi beban psikologis bagi siswa.

2.    PERMASALAHAN
            Dari uraian di atas mencerminkan bahwa proses belajar masih belum tertuju pada kurikulum yang telah disusun, Padahal kurikulum itu mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Indonesia tercantum dalam UU Nomor 2 tahun 1989 yang secara jelas disebutkan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.[3] Berdasarkan UU tersebut jelas terlihat bahwa tujuan pendidikan mencakaup segala aspek dalam kehidupan. Tentunya orang yang telah selesai dalam pedidikannya seharusnya sudah mencapai tujuan pendidikan yang di rumuskan di dalam UU. Tapi pada kenyataanya orang yang sudah menyelesaikan pendidikan tidak dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah di gariskan UU, hal ini terjadi karena beberapa sebab, diantaranya seperti tidak berhasilnya proses pembelajaran selama ia menempuh pendidikannya, sehingga ia tidak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Dari sebab ini maka harus dilakukan adanya evaluasi untuk mencapai tujuan pendidikan yang seutuhnya. Jadi untuk mencapai tujuan pendidikan kita harus berkreasi dan berinofasi untuk mengembangkan proses pendidikan yang tepat. Disinilah peran guru di tuntut bukan hanya sekedar “Mengajarkan” siswa tapi “Membelajarkan” siswa dan membuat siswa belajar dengan fasilitasi dari guru. Sehingga  para siswa dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional indonesia yang seutuhnya. Oleh karena itu seorang guru harus mendesain atau merancang segala bentuk kegiatan pembelajaran yang akan di laksanakan di dalam kelas guna meminimalisir segala kemungkinan permasalahan yang akan terjadi, dengan kata lain seorang guru harus menyusun strategi pembelajaran untuk menghadapai setiap permasalahan dan menemukan solusi untuk setiap permasalahan yang terjadi.








PEMBAHASAN
1.    PENGERTIAN DESAIN STRATEGI PEMBELAJARAN
       Desain strategi pembelajaran merupakan satu elemen dari empat unsur utama (yang mutlak harus serasi dan sesuai antara elemen yang satu dan yang lain, meskipun wujudnya berbeda) dari sebuah desain pembelajaran, yaitu desain materi (content design), desain kompetensi / tujuan pembelajaran / hasil pembelajaran (competency learning objectives design), desain metode / strategi / teknik pembelajaran (instructional strategies design), dan desain evaluasi (evaluation desain). Desain pembelajaran mutlak dikontekstualisasikan dengan desain kompetensi, desain materi mata kuliah, dan desain evaluasi yang fair.[4] Desain strategi pembelajaran ini memang sangat di butuhkan guna sebagai acuan untuk mencapai kompetensi atau tujuan pendidikan.
       Mengajar adalah membuat hasil belajar dapat tercapai (teaching as making learning possible). Ini dapat diterjemahkan secara kontekstual bahwa mengajar adalah usaha yang memanfaatkan berbagai strategi, metode, dan teknik guna memungkinkan tercapainya kompetensi / hasil belajar tertentu (dalam arti, terjadinya perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mampu menjadi mampu). Implikasi perubahan ini adalah semakin tinggi kualitas kompetensi hasil belajar yang diperoleh siswa atau mahasiswa, semakin tinggi pila tingkat kualitas kompetisi yang kelak mereka perankan dengan realitas.[5]
       Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dapati “Pendidikan tanpa Ilmu Pendidikan” maksudnya adalah banyak orang yang menjadi guru tapi tanpa tau bagaimana menjadi seorang guru, tata caranya, etikanya dan lain sebagainya atau mungkin karena latar belakang pendidikannya bukan dari ilmu kependidikan. Ini tentunya sangat menghambat proses pencapaian kompetensi, berkaca dari hal ini, seorang guru dituntut untuk dapat mengembangkan desain pembelajaran guna tercapainya kompetensi.
       Arti penting strategi pembelajaran adalah kunci peningkatan jaminan kualitas pembelajaran. Strategi pembelajaran aktif merupakan satu alternatif yang memungkinkan untuk melakukan kontekstualisasi guna menciptakan partisipasi aktif mahasiswa dalam proses pembelajaran, yang pada gilirannya mendorong kemudahan peningkatan jaminan kualitas perdosenan.[6] Hal ini juga bisa diterapkan kepada siswa sekolah dasar atau menengah untuk mengembangkan partisipasi aktif mereka.
2.    MENDESAIN STRATEGI PEMBELAJARAN
       Salah satu tujuan dari pendidikan adalah menolong anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan sangat menguntungkan bagi anak maupun bagi masyarakat. Anak didik memandang sekolah sebagai tempat mencari sumber “bekal” yang akan membuka dunia bagi mereka. Orang tua memandang sekolah sebagai tempat di mana anaknya akan mengembangkan kemampuannya.
       Bimbingan merupakan sebagian dari pendidikan yang menolong anak tidak hanya mengenal diri serta kemampuannya tetapi juga mengenal dunia sekitarnya. Tujuan bimbingan adalah untuk menolong anak didik dalam perkembangan seluruh kepribadian dan kemampuannya. Hal ini hanya dapat tercapai apabila potensi, pribadi dan segala hal yang berpengaruh diketahui sebelumnya. Dengan kata laian agar dapat menolong anak ia harus dikenal dalam segala aspeknya dan dalam konteks (situasi) hidupnya dimana ia hidup. Tanpa pengenalan tidak mugkin kita membuat rencana yang efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut. Tidak mugkin kita membahas jalan keluar atau penyelesaian dari masalah anak. Dengan singkat, bimbingan yang benar dan yang dapat berhasil harus didasarkan pada pengenalan terhadap dan tentang anak didik yang dibimbingnya.[7]
       Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor inteligensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai. Menurut Dra Roestiyah. N.K. (1989:1) guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan.[8]  
       Desain strategi pembelajaran harus sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dosen dan mahasiswa. Strategi pembelajaran adalah alat atau media, bukan tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran dikatakan tepat jika sesuai dengan kecenderungan kompetensi sebagai totalitas hasil belajar yang akan dikembangkan, yakni apakah lebih bersifat kognitif, afektif atau psikomotorik.
       Tingkat berpikir yang berbeda membutuhkan strategi pembelajaran yang tepat. Pengembangan berpikir ini menjadi tujuan pembelajaran dari mata kuliah tertentu. Pengembangan hasil belajar ini dapat dikelompokakan kedalam ranah atau domain kognisi (kognitif). Benyamin Bloom menjelaskan bahwa domain kognisi (al-‘aqlaniyah) terdiri atas 6 tingkatan, mulai dari yang sederhana sampai yang sangat kompleks, yaitu knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), aplication (penerapan), analysis (analisis), dan evaluation (penilaian).
       Jika studi sosial memiliki nilai-nilai seperti kepribadian, yang menjadi tujuan pembelajaran, maka ia dimasukan kedalam kelompok domain afeksi (nafsaniyah / afektif). David R. Krathwohl menjelaskan bahwa domain afeksi atau al-nafsaniyah terdiri atas 5 level. Tingkat domain itu dimulai dari yang sederhana sampai yang sangat kompleks, yaitu receivng, responding, valuing, organization , dan characterization. Kemampuan pada tingkat yang tinggi akan sekaligus memenuhi kemampuan dibawahnya.
       Demikian halnya dengan domain psikomotorik yang menembangkan kemampuan motorik, mulai dari yang sederhana sampai yang sangat kompleks. Tentu saja hal ini membutuhkan strategi yang tepat  seperti preception, set, guided response, mechanism, complex over response, adaption, dan orgaization. Jika sebuah kompetensi mengandung pengembangan totalitas hasil belajar yang meliputi berbagai domain, maka ia juga membutuhkan berbagai strategi pembelajaran yang tepat.[9]
A.    Pendekatan dalam Strategi Pembelajaran
       Dalam desain strategi pembelajaran terdapat dua pendekatan pembelajaran jika pelayanan ditafsirkan sebagai satu proses pembelajaran, sebagaimana yang dapat direflesikan dari teori John Paul Lederach dalam bukunya Preparing for Peace, Conflict Transformation across cultures:
Prespective
Elicitive
Pembelajaran sebagai transfer (Training as transfer)
Pembelajaran sebagai proses penemuan dan penciptaan (Training as discovery and creation)
Sumber daya/kapital: model dan pengetahuan dosen (Resource: model and knowledge of trainer)
Sumber daya/kapital: pengetahuan dalam konteks (Resource: within-setting knowledge)
Pembelajaran berorientasi materi: pendekatan penguasaan dan teknik (Training as content oriented: master approach and technique)
Pembelajaran berorientasi proses: pertisipasi dalam penciptaan model (Training as process oriented: participate in model creation)
Pemberdayaan sebagai belajar cara dan strategi baru menghadai konflik (Empowerment as learning new ways and strategies for facting conflict)
Pemberdayaan sebagai proses validasi dan pembinaan berdasarkan konteks (Empowerment as validating and building from context)
Dosen sebagai pakar, model dan fasilitator (Trainer as expert, model, dan facilitator)
Dosen sebagai katalisator dan fasilitator (Trainer as catalyst and facilitator)
Kebudayaan sebagai kumpulan teknik (Culture as techniques)
Kebudayaan sebagai landasan dan tempat persemaian (Culture as foundation and seedbed)
       Pendekatan juga mutlak didukung oleh sikap dosen yang terbuka, mau mendengarkan pendapat mahasiswa, membiasakan mahasiswa mendengarkan pendapat orang lain, menghargai perbedaan pendapat, mentolerir kesalahan mahasiswa dan mendorong untuk memperbaikinya, menumbuhkan rasa percaya diri, memberikan umpan balik terhadap hasil kerja mahasiswa, tidak terlalu cepat membantu, tidak terlalu cepat menanggapi jika mahasisiwa salah, tidak kikir untuk memuji, tidak menertawakan pendapat/hasil kerja mahasiswa, dan mendorong mahasiswa untuk tidak takut salah.[10]
       Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah ada beberapa pendekatan dalam proses belajar mengajar yang dapat dipakai oleh para pendidik yaitu :
1)      Pendekatan individual. Pendekatan ini mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini. Pemilihan metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan individual, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan pendekatan individual terhadap anak didik di dalam kelas. Persolan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.
2)      Pendekatan kelompok. Anak didik adalah sejenis makhluk hidup homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Dengan pendekatan kelompok ini diharapakan dapat tumbuh rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Ketika guru ingin menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan, fasilitas belajar pendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karena itu pendekatan kelompok tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan hal-hal lain yang ikut mempengaruhi penggunaanya.
3)      Pendekatan bervariasi. Dalam mengajar, guru hanya menggunakan satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam waktu relatif lama. Bila terjadi perubahan suasana kelas, sulit menormalkannya kembali. Efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pun terganggu, disebabkan anak didik kurang berkonsentrasi. Metode yang hanya satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karena memang gangguan itu terpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu, dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan bebrapa metode dan jarang sekali menggunakan satu metode.
4)      Pendekatan edukatif. Kebanyakan guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekusaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma agama.
5)      Pendekatan keagamaan. Pendekatan ini dapat membantu guru untuk memperkecil kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi kini dipahami, dihayati, dan diamalkan selama hayat siswa dikandung badan.
       Selain berbagai pendekatan  diatas, ada lagi pendekatan-pendekatan lain. Berdasarkan kurikulum atau Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Pendidikan Agama Islam SLTP Tahun 1994 disebutkan lima macam pendekatan untuk pendidikan agama Islam, yaitu:
1)      Pendekatan pengalaman. Untuk pendekatan ini maka metode mangajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode pemberian tugas (resitasi) dan tanya jawab mengenai pengalaman keagamaan siswa.
2)      Pendekatan pembiasaan. J.B. Watson (1991:291) berpendapat, bahwa reaksi-reaksi kodrati yang dibawa sejak lahir itu sedikit sekali. Kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan, karena latihan dan belajar. Jadi, dalam masalah kebiasaan ini, aliran Behaviorisme dari J.B. Watson dan aliran Empirisme dari John Locke lebih domonan daripada aliran Nativisme dari Schopenhour. Bertolak dari pendidikan kebiasaan itulah yang menyebabkan kebiasaan dijadikan sebagai pembiasaan pendekatan.
3)      Pendekatan emosional. Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka. Emosi akan memberi tanggapan (respons) bila ada rangsangan (stimulus) dari luar diri seseorang. Baik rangsangan verbal maupun nonverbal, mempengaruhi kadar emosi seseorang. Rangsangan verbal itu misalnya ceramah, cerita, sindiran, ejekan, pujian, berita, dialog, anjuran, perintah, dan sebagainya. Sedangkan rangsangan nonverbal dalam bentuk perilaku berupa sikap dan perbuatan. Emosi mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Itulah sebabnya pendekatan emosional yang berdasarkan emosi atau perasaan dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam pendidikan dan pengajaran.
4)      Pendekatan rasional. Usaha yang terpenting bagi guru adalah bagaimana memberikan peranan kepada akal (rasio) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama, termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi ajaran agama. Karena keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan pendekatan yang disebut pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan pengajaran disekolah. Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini, maka metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, latihan, dan pemberian tugas.
5)      Pendekatan fungsional. Pendekatan fungsional yang diterapkan disekolah diharapkan dapat menjembatani harapan memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual serta mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memperlicin jalan kearah itu, tentu saja diperlukan pengguanaan metode mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain, metode latihan, pemberian tugas, ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi.[11]
       Dra. Hj. Nur Uhbiyati juga mengemukakan bahwa pendidikan islam dalam mengupayakan materi pendidikan dan pengajaran islam agar dapat diterima oleh obyek pendidikan adalah dengan menggunakan pendekatan yang bersifat multi approach yang dalam pelaksanaanya meliputi hal-hal berikut:
1)      Pendekatan religius yang menitik beratkan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa religius dengan bakat-bakat keagamaan.
2)      Pendekatan filosofis yang memandang bahwa manusia adalah makhluk rasional atau homo rationale, sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan berpikirnya dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal perkembangannya.
3)      Pendekatan sosio kultural yang bertumpu pada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga dipandang sebagai homo sosius dan homo sapiens dalam kehidupan bermasyarakat yang berkebudayaan. Dengan demikian pengaruh lingkungan masyarakat dan perkembangan kebudayannya sangat besar artinya bagi proses pendidikan dan individunya.
4)      Pendekatan scientific dimana titik beratnya terletak pada pandangan bahwa manusia memiliki kemampuan menciptakan (kognitif), berkemauan (konatif), dan merasa (emosional atau efektif). Pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan analitis-analitis dan reflektif dalam berpikir.[12]
B.     Pembelajaran Pasif, Aktif dan Atraktif
       Keberhasilan pencapaian kompetensi satu mata pelajaran bergantung kepada beberapa aspek. Salah satu aspek yang sangat mempengaruhi adalah bagimana cara guru dalam melaksanakan pembelajaran. Kecenderungan pembelajaran saat ini masih berpusat pada guru dengan bercerita atau berceramah (pembelajaran pasif).[13] Berikut adalah kelebihan dan kelemahan metode ceramah (pasif) :
Ø  Kelebihan ceramah
-          Sangat baik untuk materi baru yang belum tersedia dalam bentuk hard copy
-          Dapat digunakan untuk kelas besar
-          Materi yang banyak dapat disampaikan dalam waktu singkat
-          Sangat baik digunakan untuk kognisi dan/atau afeksi tingkat rendah
-          Lebih ekonomis, khususnya dari segi biaya
Ø  Kelemahan ceramah
-          Strategi ceramah membuat siswa/mahasiswa menjaga daya tahannya untuk berkonsentrasi dengan menggunakan indra telinga yang terbatas
-          Strategi ceramah membuat siswa/mahasiswa terganggu oleh hal-hal visual
-          Strategi ceramah membuat siswa/mahasiswa sulit menentukan gagasan guru atau dosen yang bersifat analisis, sintesis, kritis dan evaluatif
-          Strategi ceramah dapat membuat siswa/mahasiswa cenderung diperlakukan sama rata oleh guru atau dosen
-          Strategi ceramah membuat guru atau dosen cenderung bersifat otoriter
-          Strategi ceramah membuat kelas monoton
-          Strategi ceramah membuat kelas doktiner
          Untuk mengurangi beberapa kelemahan metode ceramah agar dapat lebih memenuhi sasaran perubahan kompetensi/hasil belajar/tujuan pembelajaran, tampaknya langkah-langkah dibawah ini akan banyak membantu dosen atau guru mengoptimalkan metode atau strategi.
vMembangun minat
a)      Awali dengan cerita atau gambar
b)      Ajukan kasus/masalah
c)      Ajukan pertanyaan
vMemaksimalkan pemahaman dan ingatan
d)     Berikan kata-kata kunci
e)      Berikan contoh dan analogi
f)       Gunakan dukungan visual
vMelibatkan mahasiswa dalam perkuliahan
g)      Beri mahasiswa kesempatan untuk memberikan contoh dan menjawab pertanyaan
h)      Selingi presentasi dengan selingan singkat
vMemperkuat perkuliahan
i)        Terapkan materi perkuliahan pada masalah riil
j)        Meminta mahasiswa untuk me-review materi kuliah
          Metode ceramah dalam proses pembelajaran dari perspektif mahasiswa/siswa perlu diperhatikan dosen atau guru. Butir-butir penting dibawah ini dapat menguntungkan siswa/mahasiswa ketika dosen menggunakan ceramah sebagai strategi atau metode, yaitu:
1)      Menyajikan materi secara jelas dan logis
2)       Memungkinkan mahasiswa menguasi prinsip dasar ilmu
3)       Dapat didengar dengan jelas
4)       Membuat materi bermakna secara jelas
5)       Meng-cover dasar ilmu secara memadai
6)       Menjaga kesinambungan mata kuliah
7)       Membantu dalam uraian
8)       Menunjukan sebagai seorang ahli
9)       Mengatur kecepatan bicara
10)   Ringkas, padat dan jelas
11)   Menggambarkan aplikasi praktis dan teori
12)   Memasukan materi yang tidak terakses dalam teks[14]
          Dari berbagai kelemahan dan kelebihan ceramah (pasif) di atas, maka seorang guru atau dosen tak jarang untuk memilih strategi pembelajaran aktif. Yang dimaksud dengan pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa untuk mengalami sendiri, untuk berlatih, untuk berkegiatan sehingga baik dengan daya pikir, emosi, dan ketrampilannya mereka belajar dan berlatih.[15] Alasan atau argumen yang mendasari pengguanan strategi pembelajaran aktif adalah :
·    Argumen pertama: teori belajar Confusius
       Berkaitan dengan strategi pembelajaran, confusius telah mengatakan ribuan tahun yang lalu bahwa:
1.    What i hear, i forget
2.    What i see, i remember, dan
3.    What i do, i understand
     Tampaknya bagi Confucius, strategi pembelajaran yang paling baik adalah yang melibatkan mahasiswa berlaku aktif dalam praktik (berbuat). Sebab, dengan berbuat atau praktik, mahasiswa telah memahami apa yang menjadi tujuan pembelajaran.
·    Argumen kedua: teori belajar Mel Silberman
       Mel Silberman mengatakan dalam bukunya Active Learning: 101 Strategies To Teach Any Subject bahwa:
1.    What i hear, i forget
2.    What i hear and i see, i remember a little
3.    What i hear, see and ask questions about or discuss with someone else, i begin to understand
4.    What i hear, see, discuss, and do, i acquire knowledge and skill
5.    What i teach to another, i master
Tampaknya, strategi pembelajaran yang paling bagus bagi Mel Silberman adalah ketika mahasiswa mamapu berpura-pura menjadi dosen (what i teach to another, i master).
·    Argumen ketiga: learning styles
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan potensi diri, karena ia berkaitan dengan kesenangan dalam mengembangkan diri. Untuk memuaskan mahasiswa dalam proses pembelajaran, dosen disarankan untuk memperhatikan gaya belajar mahasiswanya. Gaya belajar (learning style: visual learners= see, auditory learnrs= hear, dan kinesthetic learners= involve) merupakan karakteristik dan pilihan individu mengenai cara memeperoleh informasi, mengorganisasikannya, menafsirkan atau meresponsnya, dan memikirkan informasi tersebut.
·    Argumen keempat: teori mengajar
Ada tiga jenis toeri mengajar (theories of teaching). Pertama, mengajar sebagai suatu proses transmisi atau penuturan. Mengajar mahasiswa adalah suatu usaha dosen untuk menuangkan sebanyak-banyaknya materi pelajaran kepada mahasiswa dengan lebih mengandalkan pemanfaatan kemampuan mendengar (auditori) mahasiswa. Kedua, mengajar sebagai suatu usaha dosen untuk mengolah proses pengorganisasian aktivitas mahasiswa. Tampaknya proses pembelajaran disini hanya menekankan pada kesibukan mahasiswa dalam mengerjakan sesuatu tanpa bimbingan, pengarahan, atau klarifikasi atas keberhasilan proses pembelajaran. Ketiga, mengajar adalah sebuah proses untuk memperoleh hasil belajar/kompetensi mahasiswa. Peran dosen disini dapat beragam, seperti fasilitator, motivator, katalisator, atau model sesuai kompetensi yang diharapkan dosen. Peran besar mahasiswa adalah mengolah sendiri, atau menciptakan ilmu pengetahuan atau mencoba mengaitkannya dengan pengetahuan sebelumnya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan adalah hasil rekayasa atau konstruksi mahasiswa, sehingga strategi pembelajaran yang paling tepat adalah pembelajaran aktif yang sesuai dengan tingkat kompetensi yang diharapkan.
·    Argumen kelima: kesamaan cara kerja otak dengan komputer
Sebagaimana komputer, otak manusia juga memiliki software yang kompleks yang terdiri atas ratusan juta folder tempat penyimapanan informasi. Otak juga memiliki sistem pemanggilan ulang informasi (file) dari folder. Disamping itu, otak manusia juga perlu di-on-kan terlebih dahulu sebelum bekerja, dan lebih jauh diperlukan mengembangkan apersepsi atau menumbuhkan motivasi sebelum masuk ke informasi yang lebih mendetail dan sulit.
·    Argumen keenam: how the brain works
Menurut perspektif kepentingan mahasiswa, pembelajaran aktif atau inovatif sangat banyak membantu kemampuan mereka dalam menyimpan informasi hasil belajar (ranah kognisi, afeksi, dan psikomotor) kedalam ingatan jangka panjang (long term memory) otak mereka. Hasil belajar dalam ingatan jangka panjang dimungkinkan banyak berhasil berdasarkan kerja working memory yang didukung oleh pembelajaran aktif, seperti menggunakan berbagai strategi untuk memberikan pengkodean, menemukan kembali, mentransformasikan, atau mengintegrasikan guna menyimpan hasil belajar. Working memory process menuntut para dosen bekerja lebih cerdas, intensif, dan penuh komitmen dalam mencapai keberhasilan pembelajaran.
·    Argumen ketujuh: social side of active learning
Pembelajaran aktif sebagai efek langsung atau tidak langsung dari proses pembelajaran mahasiswa memiliki beberapa manfaat, yaitu:
-          Pembelajaran aktif mendorong mahasiswa terbiasa hidup kolaboratif yang sama-sama bertujuan mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran
-          Pembelajaran aktif membantu mahasiswa menemukan perspektif berbeda karena perbedaan pengalaman hidup, kecenderungan harapan, atau tuntutan hasil belajar mereka
-          Pembelajaran aktif mendorong kesadaran mahasiswa untuk bersikap toleran terhadap perbedaan, ambiguitas dan kompleksitas.
-          Pembelajaran aktif membantu mahasiswa mengenal dan menemukan akar-akar asumsi mereka
-          Pembelajaran aktif mendorong mahasiswa terbiasa belajar mendengar yang santun, asertif, dan attentive (penuh perhatian), dan lain-lain.[16]
          Selain pembelajaran aktif dan pasif, terdapat pula pembelajaran atraktif. Pembelajaran atraktif adalah suatu proses pembelajaran yang mempesona, menarik, mengasyikan, menyenangkan, tidak membosankan, bervariasi, kreatif dan indah. Tapi pembelajaran atraktif ini biasanya digunakan di Taman Kanak-kanak dan kelas I dan II SD. 
C.    Teori Quantum untuk Pengembangan Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal banyak teori quantun, baik quantum learning, quantum taeching, quantum reading, quantum writing, quantum business, maupun quantum ikhlas. Teori quantum berisi teknik yang sangat praktis untuk memunculkan potensi belajar, membaca, menulis, dan keikhlasan secara mudah dan menyenangkan. Teori quantum yang diperkenalkan oleh Bobbi Deporter dan Mike Hemacki dapat dipahami sebagai “interaksi yang mengubah energi menjadi pancaran cahaya yang dahsyat”.
Quantum learning dapat didefinisikan sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Quantum learning merupakan interaksi yang terjadi dalam proses belajar yang mampu mengubah berbagai potensi yang ada di dalam diri manusia menjadi pancaran ledakan-ledakan gairah (dalam memperoleh hal-hal baru) yang dapat ditularkan (ditunjukan) kepada orang lain. Mengajar, membaca, dan menulis merupakan salah satu bentuk interaksi dalam proses belajar.[17]
Quantum berakar dari upaya Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “sugestologi” atau “sugestopedia”. Prinsipnya bahwa sugesti dapat nan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Beberapa teknik umtuk memberikan sugesti positif adalah menundukan peserta didik secara nyaman, memasang musik latar di kelas, meningkatkan paoster untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan pendidik yang terlatih dalam seni dan pengajaran sugestif.[18]
Hal yang penting dalam model pembelajaran quantum adalah “kontak manfaat”. Sebab, dengan manfaat yang ingin diraih oleh peserta didik berupa sehimpun motivasi (himmah) maka hal itu secara bergelombang akan muncul dari dalam diri seseorang apabila kegiatan yang ingin dilakukan oleh orang tersebut benar-benar dapat memberikan manfaat yang sangat jelas dan konkret bagi yang bersangkutan. Kontak manfaat dapat disebut sebagai alarm yang mengingatkan setiap peserta didik ketika belajar, ia harus dapat memetik manfaat sebab jika tidak maka peserta didik akan mudah bosan dan berhenti belajar. Selain itu, model quantum juga harus memanfaatkan penghargaan yang sangat penting dalam pembelajaran.[19]
 










KESIMPULAN
       Desain strategi pembelajaran sangat penting kaitannya dengan pencapaian kompetensi atau tujuan pendidikan. Desain strategi pembelajaran merupakan satu elemen dari empat unsur utama (yang mutlak harus serasi dan sesuai antara elemen yang satu dan yang lain, meskipun wujudnya berbeda) dari sebuah desain pembelajaran, yaitu desain materi (content design), desain kompetensi / tujuan pembelajaran / hasil pembelajaran (competency learning objectives design), desain metode / strategi / teknik pembelajaran (instructional strategies design), dan desain evaluasi (evaluation desain). Desain pembelajaran mutlak dikontekstualisasikan dengan desain kompetensi, desain materi mata kuliah, dan desain evaluasi yang fair.
       Desain strategi pembelajaran harus sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dosen dan mahasiswa. Strategi pembelajaran adalah alat atau media, bukan tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran dikatakan tepat jika sesuai dengan kecenderungan kompetensi sebagai totalitas hasil belajar yang akan dikembangkan, yakni apakah lebih bersifat kognitif, afektif atau psikomotorik. Dalam mendesain pembelajaran dapat menggunakan beberapa pendekatan yaitu Prespective dan Elicitive serta pendekatan-pendekatan lain yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Untuk tercapainya kompetensi, strategi yang banyak digunakan adalah strategi pembelajaran aktif, hal ini dikarenakan lebih mengena pada peserta didik atau mahasiswa sehingga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Ada juga metode quantum yang bisa juga digunakan dalam mendesain strategi pembelajaran.


      








DAFTAR PUSTAKA
Bermawy Munthe. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta : PT Pustaka Insan Madani
Nurfuadi. 2012. Profesionalisme Guru. Yogyakarta & Buku Litera: STAIN PRESS
Nur Uhbiyati. 2005. Ilmu Pendidiakan Isam. Bandung : CV PUSTAKA SETIA
M. Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA
Moh. Roqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2010. Srategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA
Erman Suherman,  Hakikat Pembelajaran,  http://educare.e-fkipunla.net , EDUCARE : Jurnal Pendidikan dan Budaya, di unduh pada tanggal 11 Maret 2013
www.wikipedia.org/wiki/Dasar_Pendidikan, diunduh pada tanggal 12 Maret 2013




[1]Erman Suherman,  Hakikat Pembelajaran,  http://educare.e-fkipunla.net , EDUCARE : Jurnal Pendidikan dan Budaya, di unduh pada tanggal 11 Maret 2013
[2] Nurfuadi, Profesionalisme Guru, (Yogyakarta & Buku Litera: STAIN PRESS, 2012), hlm. 129-130
[3] www.wikipedia.org/wiki/Dasar_Pendidikan, diunduh pada tanggal 12 Maret 2013

[4] Bermawy Munthe, Desain Pembelajaran, (Yogyakarta : PT Pustaka Insan Madani, 2009) hlm. 53
[5] Ibid hlm. 53
[6] Ibid hlm. 54
[7] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. RINEKA CIPTA, 2005) hlm. 172-173
[8] Syaiful Bahri Djamarah, Srategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. RINEKA CIPTA, 2010) hlm. 73-74
[9] Bermawy Munthe, op.cit, hlm. 55-60
[10] Bermawy Munthe, op.cit, hlm. 75-76
[11] Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hlm. 53-69
[12] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidiakan Isam, (Bandung : CV PUSTAKA SETIA, 2005)  hlm. 194-195
[13] Nurfuadi, op.cit, hlm. 138
[14] Bermawy Munthe, op.cit, hlm. 61-63
[15] Nurfuadi, op.cit, hlm. 139
[16] Bermawy Munthe, op.cit, hlm. 63-69
[17] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009) hlm. 109-110  yang mengambil dari Hernowo (ed.), Quantum Writing : Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis, (Bandung: MLC, 2003) hlm. 10
[18] Ibid, hlm. 110 yang mengambil dari Bobbi Deporter dan Mike Hemacki, Quantum learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999), hlm. 14
[19] Ibid, hlm. 110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar